BERITABANDUNG.id – Sudah jamak diketahui publik bahwa sumber daya manusia merupakan aset paling utama dalam pembangunan sebuah bangsa. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas mutlak dibutuhkan oleh negara-negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya dapat diwujudkan melalui jalur pendidikan.
Berbagai program dan kebijakan telah diupayakan oleh pemerintah guna mendongkrak kualitas pendidikan Indonesia. Sayangnya, hingga saat ini pendidikan kita masih menghadapi persoalan pelik yang mana jika tidak ditangani dengan serius dapat menghambat Indonesia untuk naik level menjadi negara maju.
Dalam pengamatan saya pribadi, pada tahun 2022 Indonesia masih menghadapi persoalan di dunia pendidikan. Paling tidak ada empat persoalan dasar yang membutuhkan perhatian. Pertama, pendidikan berbasis digital. Sejak pandemi Covid-19 menyebar ke seluruh penjuru dunia, dampaknya juga menghantam proses pembelajaran—baik di sekolah maupun kampus. Artinya, pembelajaran dilakukan di rumah secara daring. Kondisi tersebut, mau tidak mau harus kita tempuh mengingat hanya dengan teknologi proses pembelajaran dapat berjalan terus.
Namun, yang menjadi persoalan adalah kesenjangan semakin tampak karena kemampuan setiap sekolah atau orang tua dalam memanfaatkan teknologi sangat beragam. Berbagai pertemuan, pembelajaran ataupun rapat dilakukan secara online. Kesenjangan perangkat komunikasi dan jaringan internet di daerah pelosok menjadi persoalan tersendiri yang justru menghambat proses belajar-mengajar. Akibatnya, upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia juga menemui hambatan.
Kedua, angka putus sekolah semakin meningkat. Kondisi ini merupakan persoalan klasik yang dihadapi dunia pendidikan kita, lebih-lebih di tengah pandemi Covid-19 yang ditengarai oleh banyak kalangan semakin memperburuk keadaan. Hal itu diperkuat oleh survei United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) yang menunjukkan bahwa 1% atau 938 anak berusia 7-18 tahun mengalami putus sekolah akibat pandemi. Dari jumlah tersebut, 74% anak dilaporkan putus sekolah karena alasan ekonomi. Survei tersebut juga mencatat, anak perempuan sepuluh kali lebih besar putus sekolah karena pernikahan dini. Sementara anak-anak penyandang disabilitas dua kali lebih besar mengalami putus sekolah.
Ketiga, mutu pendidikan rendah. Salah satu persoalan pendidikan Indonesia yang terus menyita perhatian publik adalah kualitas yang masih terbilang rendah. Kondisi ini dikonfirmasi oleh survei yang keluarkan oleh PISA, di mana Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara. Data ini menempatkan Indonesia di peringkat enam terbawah dan masih tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Keempat, sarana dan prasarana. Masalah selanjutnya yang tak kalah penting adalah masih minimnya sarana dan prasana sekolah terutama di daerah pelosok yang seringkali belajar secara bergantian karena ketiadaan gedung sekolah yang memadai. Data Kemendikbudristek menyebutkan, ruang kelas yang rusak di sekolah negeri seluruh Indonesia bertambah 26% atau sekitar 250.000 unit. Minimnya gedung sekolah di daerah pedesaan atau pelosok merupakan persoalan klasik yang terus berlanjut hingga saat ini.
Penanganan Serius
Beberapa persoalan pendidikan itu harus menjadi perhatian semua pihak—baik pemerintah, lembaga pendidikan, guru maupun orangtua. Artinya, semua pihak wajib berikhtiar untuk memajukan pendidikan anak-anak Indonesia. Keterlibatan semua pihak sangat penting agar persoalan anak putus sekolah, kualitas pendidikan yang rendah dan minimnya gedung sekolah dapat tertangani dengan baik.
Selain itu, dengan masifnya program vaksinasi, kita berharap semoga pembelajaran dapat dilakukan secara normal kembali sehingga proses belajar-mengajar menjadi lebih optimal. Kalau pun harus belajar di rumah secara daring, maka pemerintah perlu terus bergerak melalui berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan pendidikan di era pandemi. Pemerintah harus memberikan kemudahan dan pemerataan akses jaringan internet bagi para siswa di seluruh Indonesia khususnya bagi mereka yang tinggal di pelosok desa. Sebab, pemerataan akses internet menjadi prasyarat keberhasilan pendidikan di tengah pandemi Covid-19. (Adv)