BOGOR-Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Pancasila (MAPANCAS) Kota Bogor berunjukrasa di depan Istana Bogor menuntut pencabutan UU Nomor 2 Tahun 2020, Jum’at (17/7/2020).
Aksi demontrasi dilakukan mahasiswa agar Mahkamah Konstitusi mencabut Undang-undang No 2 tahun 2020.
Diketahui dalam UU No 2 tahun 2020 dijelaskan satu diantaranya adalah tentang pertumbuhan ekonomi global yang kemungkinan turun hingga 1,5 persen.
Hal itu juga dijelaskan yang nantinya akan mempengaruhi perekonomian Indonesia saat Pandemi Covid-19 berpotensi mengganggu aktivitas perekonomian di Indonesia.
Salah satu implikasinya berupa penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan dapat mencapai 4% (empat persen) atau lebih rendah.
Mereka menilai bahwa itu akan berdampak dan membebani pemerintah selanjutnya. Karena itu mereka mendesak agar UU tersebut dicabut.
Koordinator aksi Mapancas Kota Bogor, Ferga Aziz, menyebut, dalam UU No. 2 tahun 2020 Pasal 2 ayat 1 huruf a tentang batasan defisit anggaran melampui 3%, pasal 27 ayat 2 memberikan hak imunitas (kebal hukum) dan pasal 28 adalah OMNIBUSLAW dalam bentuk lain, karena dalam pasal A quo menangguhkan 12 UU sehingga mengangkangi peran yudikatif.
“Iya jadi aksi kami hari ini terkait dengan isu nasional dan lokal. Makanya kami menggelar di tiga tempat. Adapun landasan aksi yang kami sampaikan di depan balaikota, istana dan DPRD Kota Bogor adalah terkait UU No. 2 tahun 2020 dan detektif COVID-19 yang dibentuk Walikota Bogor Bima Arya,” ujarnya.
Pihaknya menganggap jika Detektif Covid-19 bentukan Bima Arya Sugiarto sama saja dengan Gugus Tugas Covid 19 yang mana diketuai oleh Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim.
“Jadi kami menilai ada dua matahari di Kota Bogor. Artinya seakan-akan ada perlombaan di dua orang tersebut,” ujarnya lagi.
Selain itu, lanjut Ferga, detektif Covid-19 ini belum ada payung hukum, sedangkan fungsi dan tugasnya sama saja dengan gugus tugas.
“Tinggal maksimalkan aja gugus tugas, gak perlu ada detektif. Yang jelas setelah kami kaji mungkin Bima merujuk kepada undang-undang nomor 2 tahun 2020 bahwa anggaran detektif Covid-19 ini enggak bisa diminta transparansinya,” ucapnya.
Belum lagi, masih kata Ferga, detektif Covid ini tidak tahu siapa saja yang terlibat.
“Kami menilai ada kemungkinan yang terlibat detektif Covid-19 ini adalah orang-orang yang terdaftar di aparatur wilayah seperti RT, RW, dan puskesmas. Bagi kami tidak perlu mengeluarkan anggaran detektif Covid-19 karena memang sudah tugas mereka sebagai pemerintahan,” tegasnya.
Aksi para mahasiswa ini berakhir di gedung DPRD Kota Bogor Komisi I dan IV serta diterima oleh Evi, perwakilan Komisi IV.
“Terimakasih, aspirasi ini akan kami tampung dan menjadi bahan masukan untuk pembahasan anggaran selanjutnya,” imbuh Evi.
Sementara itu, Hana, mewakili Komisi I DPRD Kota Bogor menyebut bahwa ini langkah tepat mahasiswa untuk ikut memperhatikan dan mengawasi anggaran covid di Kota Bogor.
“Kami apresiasi langkah ini, bahwa mahasiswa ikut serta mengawasi pemerintah. Tuntutan teman-teman mahasiswa akan kami tindaklanjuti dalam waktu dekat,” timpalnya.
Ketua DPD Mahasiswa Pancasila (MAPANCAS) Kota Bogor, Fathulloh alias Sihol, mengatakan, aksi tersebut juga atas bimbingan Pembina DPP Mapancas, Sachrial, bahwa Mapancas Kota Bogor harus jadi jantung pergerakan nasional.
Sihol pun meminta pemerintah setempat segera merespon aspirasi mereka.
“Apabila tuntutan kami tidak diindahkan, maka akan ada aksi jilid 2,” pungkasnya.*