BERITABANDUNG.id – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Banprov Jabar dengan terdakwa Abdul Rozaq Muslim, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, jumat, 21/05/21
Dalam sidang tersebut didengarkan kesaksian dari tiga mantan anggota DPRD Jabar yakni Surahman, Agus Weliyanto Santoso dan Ganiwati.
Oleh Jaksa KPK, Feby Dwiyosupendy, ketiganya ditanya seputar dana aspirasi anggota DPRD Jabar.
Pengakuan anggota DPRD periode 2014-2019 cukup menarik dan mengejutkan pasalnya mereka membuat pengakuan terbuka di persidangan.
Ketiga mantan anggota dewan menyebut semua anggota DPRD Jabar mendapat jatah dana aspirasi pertahun sebesar Rp 10 miliar. Dari dana tersebut rata rata anggota DPRD dijanjikan masing masing mendapat fee 5 persen dari nilai proyek.
Di persidangan terungkap bahwa pada periode 2014-2019, setiap anggota DPRD Jabar mendapat jatah dana aspirasi per tahun Rp 10 miliar. Dana aspirasi diusulkan oleh pemerintah kota dan kabupaten lewat anggota dewan.
Surahman mengakui, jatah dana aspirasinya diminta oleh Abdul Rozaq Muslim. Dia mengaku tidak mendapat fee dari Abdul Rozaq setelah menyerahkan dana aspirasinya. Hal ini berbeda dengan pengakuan Rozaq. Dalam keterangannya ia menyebut Surahman mendapat fee Rp 200 juta.
Saksi berikutnya Agus Weliyanto Santoso juga membenarkan tiap anggota DPRD Jabar mendapat jatah Rp 10 miliar. Dia juga sempat diminta Abdul Rozaq terkait jatah dana aspirasinya.
“Memang tidak ada fee dari Pak Rozaq, tapi memang saya sempat pinjam atau minta tiga kali, Rp 15 juta, Rp 25 juta dan Rp 60 juta,” katanya.
Saksi Ganiwati, yang juga mantan Anggota DPRD Jabar mengaku dia satu dapil dengan Abdul Rozaq dari Indramayu. Karena satu dapil, dia beberapa kali menyerahkan jatah dana aspirasinya karena Rozaq putra daerah di Indramayu.
“Jadi saya sukarela saja dana aspirasinya untuk Pak Rozaq. Memang pernah diberi Rp 200 juta, bertahap 4 kali,” ucap Ganiwati.
Ganiwati selanjutnya mengklaim saat kasus suap Bupati Indramayu Supendi terungkap, ia buru-buru mengembalikan uangnya.
Seperti diketahui Kasus ini merupakan pengembangan dari suap Bupati Indramayu, Supendi. Dia menerima duit haram dari pengusaha bernama Carsa. Carsa meminta Abdul Rozaq untuk mengurus dana aspirasi untuk Pemkab Indramayu dan proyeknya dikerjakan oleh Carsa.
Dalam dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terdakwa anggota DPRD Jabar Abdul Rozaq Muslim, disebutkan bahwa setiap anggota DPRD Jabar punya jatah lima kali mengajukan bantuan keuangan untuk daerah pemilihannya ke Pemprov Jabar lewat dana aspirasi DPRD Jabar.
Abdul Rozaq Muslim, anggota DPRD jabar dari dapil Indramayu, melobi Wakil Ketua DPRD Jabar Ade Barkah supaya bisa mengajukan lebih dari lima kali bantuan keuangan untuk Indramayu.
Untuk memuluskan agar Indramayu mendapat jatah bantuan lebih banyak, Abdul Rozaq Muslim menemui sejumlah anggota DPRD Jabar agar mau memberikan dana aspirasi ke Abdul Rozaq Muslim.
“Termasuk salah satunya adalah Siti Aisyah Tuti Handayani. Terdakwa kemudian meminta kepada anggota-anggota DPRD tersebut termasuk Siti Aisyah, untuk memberikan jatah pengajuan dana aspirasi mereka, untuk dapat digunakan oleh Abdul Rozaq Muslim,” ucap jaksa KPK, Feby Dwiyandospendy.
Siti Aisyah alias Yeyen sendiri adalah anggota DPRD Jabar periode 2014-2019 dari partai Golkar. Dia juga aktif meminta setoran sebagai suap proyek ke Carsa ES.
Adapun motif Abdul Rozaq Muslim memborong dana aspirasi DPRD Jabar ke Indramayu itu, setelah sebelumnya, diminta oleh pengusaha asal Indramayu, Carsa yang sudah divonis kasus korupsi yang sama.
Dalam program dana aspirasi itu, Carsa mengajukan proposal bantuan untuk proyek infrastruktur di Indramayu. Carsa meminta Abdul Rozaq Muslim supaya membantu meloloskannya.
Feby menambahkan, perbuatan terdakwa Abdul Rozaq Muslim menerima uang dari Carsa supaya terdakwa Ade Barkah dan Siti Aisyah mengurus proses penganggaran proyek-proyek di lingkungan Pemkab Indramayu sudah disepakati akan dikerjakan oleh CARSA ES yang didanai dari Banprov Jawa Barat Tahun Anggaran (TA) 2017 s.d. 2019.
Adapun Abdul Rozaq Muslim didakwa Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tipikor.