BERITABANDUNG.id – Sekitar 713.864 warga di Kabupaten Bandung tercatat tidak mendapatkan akses kepada air minum yang layak. Lokasi perkotaan dan pinggiran sungai menjadi lokasi yang membuat warga kesulitan mendapat air minum yang layak.
Badan Pusat Statistik menyebutkan, bahwa air minum yang layak adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng (keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 meter dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah
Hal tersebut disampaikan oleh Asisten Daerah Perekonomian dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Bandung Marlan. Ia mengatakan pada tahun 2020 sebanyak 83 persen warga telah mendapatkan akses kepada air minum layak. Sementara, sekitar 17 persen warga belum mendapatkan akses air minum yang layak
“Kalau akses air minum di kabupaten bandung sampai tahun 2020 itu sudah 83 persen. Memang kontribusinya ada yang dari PDAM, hasil masyarakat, ada juga dari PAMSIMAS,” kata Marlan kepada wartawan di Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis (28/1/2021).
Angka tersebut, kata Marlan, terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dari data milik Disperkimtan, pada 2019, sekitar 80,52 persen warga mendapatkan akses air minum layak.
Meski demikian, angka tersebut masih jauh dari target yang sudah ditentukan secara nasional. Targetnya adalah 100 persen warga mendapatkan akses air minum layak di 2024. Masih ada 17 persen warga yang jika dikalikan jumlah penduduk berkisar 700 ribuan jiwa belum mendapatkan air minum layak.Â
“Karena tahun 2024 itu harus 100 persen air minum layak, 0 persen untuk rumah tidak layak huni, dan 100 sanitasi.
kita masih ada gap yang cukup lebar, tapi mudah mudahan, dengan kemarin kita ada komitmen tahun 2024 bisa selesai. Bukan hanya air minum tapi sanitasi juga,” ungkap Marlan.
Lantas, bagaimana dengan 700 ribuan warga tersebut mendapatkan air minum layak. Marlan menjelaskan, kebanyakan dari mereka mendapatkan akses air minum layak di luar akses yang ditetapkan pemerintah.
Mereka mendapatkan air minum layak dari cara membeli air kemasan. Karena, air yang mereka miliki layak untuk dipakai namun tidak layak dikonsumsi.
“Kalau secara data realnya, sebetulnya tidak ada yang tidak minum air bersih, semua minum air bersih. hanya yang disediakan oleh pemerintah, swadaya masyarakat, dan pamsimas, baru sebesar itu. sisanya mereka beli, mau dalam kemasan atau yang lainnya,” terang Marlan.
Justru, lanjut Marlan, daerah perkotaan dan pinggiran sungai dinilai kesulitan mendapatkan akses air minum layak. Daerah perkotaan cenderung dekat dengan industri yang kemungkinan airnya telah tercemar.
“Sebetulnya, yang kesulitan air minum bersih itu di daerah perkotaan kalau air minum. Karena di pedesaan mata air masih bagus dan sumur air tanah masih bagus. Rata-rata gap-nya di sekitar aliran sungai dan perkotaan,” papaprnya.(Red)